Foto Saya Bersama Keluarga

IDE PENYIDIKAN

Blog ini berisi catatan investigasi pidana korupsi, silahkan memberikan komentar dan masukan untuk pemberantasan korupsi di Indonesia.

Minggu, Februari 24, 2008

KEJAKSAAN DAN POLRI SALING KLAIM SIDIK KASUS KORUPSI
Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Polri saling mengklaim sebagai pihak yang lebih berkewenangan menyidik kasus korupsi. Kejaksaan sendiri mengklaim lebih banyak melanjutkan kasus korupsi dari penyidikan ke penuntutan ketimbang Polri dan KPK.
Polri menilai lebih profesional menyidik dengan menyarankan Kejaksaan agar lebih fokus ke penuntutan. “Pada tahun 2007, kejaksaan 564 kasus, kepolisian 83, dan KPK 27,” kata Jamintel Kejagung Wisnu Subroto dalam sidang uji materil UU Kejaksaan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (12/2).
Uji materiil Pasal 30 Ayat 1 huruf d UU 16/2004 tentang Kejaksaan ini diajukan oleh A Nuraini dan suaminya Mayjen TNI Purn Subarda Midjaja.Subarda merasa dirugikan karena Mabes Polri sudah mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) kasus dugaan penggelapan dana Asabri yang belakangan disidik kejaksaan. Sebaliknya, Jamintel Wisnu mempertanyakan mengapa hanya wewenang penyidikan kejaksaan saja yang dipermasalahkan. Padahal, menurutnya, KPK juga mempunyai kewenangan serupa. Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Untung Udji Santoso menerangkan, kasus yang dikenakan kepada Subarda bukan kasus yang sama disidik Polri.
Di lain pihak, mantan Kapolri Jenderal Pol Purn Awaloedin Djamin menilai Polri lebih profesional menyidik perkara korupsi. Ia mengatakan, Jaksa dan Hakim punya spesialisasi sendiri dan tak perlu berfungsi seperti Polri. “Polisi profesional dalam penyidikan. Jaksa profesional dalam penuntutan. Hakim profesional dalam pengadilan,” kata Awaloedin yang berpandangan bahwa sebuah institusi akan elok jika menjalankan 1 fungsi saja. --- (dikutip dari media Sinar Harapan Rabu 13-Pebruari 2008 )
Kami tunggu pendapat anda…...

Jumat, Februari 22, 2008

TINDAK PIDANA KORUPSI

Tindak Pidana Korupsi merupakan “SERIOUSNESS CRIME” dan juga sebagai “EXTRA ORDINARY CRIME”

” Menjadi tantangan bagi penyidik untuk segera mencari solusi dalam mengatasi kasus korupsi yang masih marak dengan tetap memiliki komitmen yang kuat untuk terus fighting crime. Sehubungan hal tersebut, saya selaku Kabareskrim Polri menekankan agar penyidik tipikor Polri harus segera melakukan konsolidasi, pembenahan serta akselerasi dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana korupsi. Baik menyangkut metode,taktik dan tehnis penyidikannya,maupun peningkatan pemahaman aspek yuridis yang terkait dengan kasus korupsi. Dengan tidak mengabaikan karakteristik tindak pidana korupsi, antara lain penyalahgunaan wewenang dan jabatan (penggelapan, suap, gratifikasi dan sebagainya), semua itu harus dipahami oleh Penyidik.
( Sambutan Kabareskrim Polri Komisaris Jendral Polisi Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, MM Pada Acara Pembukaan Rakor Kasat Tipikor Polda Se Indonesia Jakarta, Juni 2007 )

Korupsi di Indonesia sudah sedemikian menggurita. Ia merambah hampir semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Hampir dapat dipastikan, tidak ada satu ranah pun yang tidak tersentuh oleh korupsi, baik itu ranah politik, ekonomi, sosial, budaya bahkan agama.
Dari segi efek, kerusakan yang ditimbulkan olehnya juga sedemikian nyata. Mulai dari kebocoran anggaran negara (sekaligus kerugian) dalam jumlah yang besar sampai kepada kemiskinan yang menjerat sebagian besar warga negara. Kerusakan-kerusakan semacam itu, sedikit banyak adalah dampak (langsung ataupun tidak langsung) dari korupsi. Alhasil, korupsi adalah the root of evil.

Dengan mengasumsikan bahwa kejahatan korupsi di Indonesia sangat eskalatif dan sistemik serta akibatnya massif, maka setiap upaya perlawanan dan shock theraphy terhadap korupsi oleh gerakan anti korupsi haruslah terstruktur dan sistematis.

Tindak pidana korupsi telah dianggap sebagai “seriousness crime” dan bahkan disebut juga sebagai “extra ordinary crime” sehingga juga memerlukan kebijakan (policy) dan langkah-langkah extra ordinary untuk memerangi tindak pidana korupsi tersebut.

Salah satu diantara sekian cara mensistematisasi gerakan anti korupsi adalah dengan mengidentifikasi peran dan posisi yang bisa dimainkan oleh masing-masing elemen gerakan anti korupsi secara tepat. Melalui cara seperti ini, setiap elemen gerakan anti korupsi akan bisa memberikan kontribusi pemberantasan korupsi secara optimal, dengan tentu saja, tidak mengesampingkan sinergitas dan kolaborasi kerja antar elemen gerakan anti korupsi.

Kepolisian Daerah Jawa Timur dalam masa kepemimpinan Bapak Irjen Pol Drs Herman S Sumawiredja dalam rangka tranparansi proses penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang proses penyidikannya dilakukan oleh Penyidik / Penyidik Pembantu Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Jajarannya telah membuat nota kesepahaman dengan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tentang kerja sama dalam rangka pemantauan penyidikan tindak pidana korupsi di wilayah hukum Kepolisian Daerah Jawa Timur yang salah satu substansinnya adalah Kepolisian Daerah Jawa Timur CQ Direktorat Reserse Kriminal memberikan informasi dan data serta surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) tentang pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi yang proses pemyidikannya dilakukan oleh penyidik / penyidik pembantu kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang telah membuat nota kesepahaman dengan Kepolisian Daerah Jawa Timur.

Dengan adanya nota kesepahaman tersebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khususnya yang aktif dan memiliki komitmen terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi, yang selama ini terkesan ”gontok-gontok’an” dengan Penyidik bisa menjalin hubungan kerjasama yang baik sesuai dengan peran masing - masing pihak dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.

Demikian pendapat saya,ditunggu komentar dan saran pendapatnya,terima kasih.

Selasa, Februari 19, 2008

PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG KEUANGAN NEGARA DAN KERUGIAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

DEFINISI KEUANGAN NEGARA KEMBALI DIPERDEBATKAN
Beberapa ahli berpendapat keuangan negara dalam BUMN/BUMD adalah sebatas saham di perusahan itu. UU Korupsi hanya bisa diterapkan dalam penjualan saham secara melawan hukum. Namun negara tetap bisa melakukan upaya hukum perdata maupun pidana berdasarkan undang-undang selainnya.
Ada beberapa pakar hukum yang menyampaikan pendangannya tentang pengertian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi bahwa masih diperlukan kejelasan definisi secara yuridis dalam menentukan pengertian keuangan negara.

Menurut beberapa pakar hukum, pengertian keuangan negara masih tersebar dalam beberapa undang-undang. Diantaranya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 49 Prp. Tahun 1960, serta munculnya pasal piutang perusahaan negara dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 Tentang Tata cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah.

Pasal 1 angka 1 UU No.17/2003 mendefinisikan keuangan negara sebagai semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Namun menurutnya, definisi keuangan negara tersebut belum jelas

Terhadap perbedaan pendapat yang dimunculkan oleh pakar hukum tersebut mana yang harus diikuti oleh penyidik….………?

Sebagai contoh Apabila terjadi kerugian pada BUMN dan Persero, penegak hukum dan aparat negara menggunakan ketentuan pasal 2 huruf g Undang-Undang Keuangan Negara dan penjelasan umum Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Esensinya, penyertaan negara yang dipisahkan merupakan kekayaan negara yang menurut sifatnya berada dalam ranah hukum publik. Karenanya, apabila terjadi kerugian negara maka ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dapat diberlakukan pada pengurus BUMN.

Sementara pihak yang menginginkan penyempitan definisi keuangan negara terutama bagi BUMN, menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan penyertaan negara merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Ketika kekayaan negara telah dipisahkan maka kekayaan tersebut bukan lagi masuk ke dalam ranah hukum publik namun masuk ranah hukum privat.

Pendapat senada disampaikan Direktur Informasi dan Akuntansi Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan, Hekinus Manao. Cakupan keuangan negara menurut beliau sesuai Pasal 2 huruf g UU Keuangan Negara meliputi Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.

Pemahaman kedudukan keuangan negara berdasarkan ketentuan itu menurutnya terbatas pada kekayaan yang dipisahkan, yaitu sebesar modal yang disetor atau perubahannya. “Kalau pemerintah memegang saham 50% maka penyertaannya ya 50%, jangan ditafsirkan aset BUMN identik dengan aset negara, “jelasnya.

Hekinus menambahkan pemahaman yang keliru terjadi saat keuangan negara ditafsirkan sebagai seluruh aset BUMN/BUMD merupakan aset pemerintah. Jika demikian berarti seluruh piutang maupun utang BUMN/BUMD juga piutang pemerintah dan mestinya seluruh utang utang BUMN/D adalah utang pemerintah. Padahal , ketika suatu bagian kekayaan negara masuk pada BUMN/BUMD maka bagian kekayaan pemerintah yang disertakan di dalamnya tunduk pada ketentuan rezim korporasi.

Dengan demikian, masih menurut Hekinus, aturan tentang pertanggungjawaban kerugian negara dalam konteks BUMN/BUMD mengacu pada UU No.1 Tahun 1995 Perseroan Terbatas dan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

Menanggapai hal itu Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Publik, Perpajakan dan kepabeanan, Hariyadi B. Sukamdani mengatakan kerancuan pengertian keuangan negara berdampak pada dunia usaha. Ketidakpastian hukum muncul sehingga stakeholders BUMN tidak berani mengambil keputusan strategis. Hariyadi mencontohkan kinerja perbankan yang menurun serta kasus korupsi tender KPU yang menyeret pengusaha membuat pihak swasta takut bekerjasama dengan pemerintah.

Hariyadi menambahkan kerugian dalam perusahaan kerap terjadi dan tidak selamanya akibat tindakan korupsi. Kerugian bisa terjadi karena mismanajemen, peningkatan biaya operasional atau penurunan penjualan. Selain itu, peranan persaingan tidak sehat serta kondisi krisis ekonomi makro seperti krisis ekonomi, moneter, turut berperan dalam kerugian perusahaan.

Maka tutur Hariyadi kerugian tersebut tidak dapat dikatakan sebagai korupsi, “Sehingga harus dibedakan antara salah urus dengan mencuri,“ papar Hariyadi.

Erman Radjagukguk Guru Besar Fakultas Hukum UI menegaskan kekayaan negara menyangkut BUMN berbentuk Persero bukanlah harta kekayaan BUMN secara keseluruhan. Melainkan kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN yang berbentuk saham yang dimiliki oleh negara.

Erman menambahkan tindak pidana korupsi, baru dapat dikenakan pada orang yang menggelapkan surat berharga dengan jalan menjual saham tersebut secara melawan hukum sesuai Pasal 8 UU No.20 Tahun 2001 jo Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Erman menilai ketentuan PP No.14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah adalah sebuah kesalahan. Pasal 19 dan 20 menyebutkan tata cara dan penghapusan secara bersyarat maupun mutlak piutang perusahaan negara/daerah diserahkan pada PUPN dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan. Dengan begitu tidak ada pemisahan kekayaan BUMN Persero dengan kekayaan negara sebagai pemegang saham.

Ketentuan Undang-undang No.49 tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) mendefinisikan piutang negara atau hutang kepada negara sebagai jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau badan-badan baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai negara. Menurut Hekinus, aturan ini sudah tidak sesuai dengan dengan perkembangan dan tidak seharusnya digunakan lagi.

Aturan ini diterbitkan saat pemerintah RI mengambil alih perusahaan-perusahaan eks Belanda, sementara kedudukan perusahaan negara waktu itu berbeda. Karenanya, lanjutnya, seharusnya digunakan penafsiran lex posteriori derogat lex priori (hukum yang berlaku kemudian menghapuskan hukum yang berlaku terdahulu).

Erman emanmbahkan upaya hukum negara jika terjadi kerugian harus sesuai dengan mekanisme UU No. 1/1995 dan UU No. 19/2003. Erman khususnya menunjuk Pasal 54 ayat(2) UU No. 1/1995 dimana pemegang saham dapat menggugat direksi atau komisaris apabila keputusan mereka dianggap merugikan pemegang saham. Tuntutan pidana juga dapat dikenakan pada direksi BUMN/BUMND yang melakukan delik penggelapan, pemalsuan data dan laporan keuangan, pelanggaran Undang-undang Perbankan atau lainnya yang memuat ketentuan pidana.


Tulisan ini saya ambil dari berbagai sumber dan saya sampaikan kembali dengan harapan saya selaku penyidik tindak pidana korupsi mendapat masukan dan saran untuk proses penyidikan yang saya laksanakan

SEBUAH CATATAN RINGAN TENTANG KORUPSI

ARTIKEL TENTANG KORUPSI.
Oleh : Hadi Utomo
Pengertian atau Definisi Korupsi
Dari segi semantik, "korupsi" berasal dari bahasa Inggris, yaitu corrupt, yang berasal dari perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah atau jebol. Istilah "korupsi" juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya.
Secara hukum pengertian "korupsi" adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Masih banyak lagi pengertian-pengertian lain tentang korupsi baik menurut pakar atau lembaga yang kompeten. Untuk pembahasan dalam situs MTI ini, pengertian "korupsi" lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.
Sebab-sebab Korupsi
Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang berbuat Korupsi.
Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang jelas, yakni :
a. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya),
b. Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya.
Dr. Andi Hamzah dalam disertasinya menginventarisasikan beberapa penyebab korupsi, yakni :
a. Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin meningkat;
b. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi;
c. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien, yang memberikan peluang orang untuk korupsi;
d. Modernisasi pengembangbiakan korupsi
Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul "Strategi Pemberantasan Korupsi," antara lain :
1. Aspek Individu Pelaku
a. Sifat tamak manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
b. Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
c. Penghasilan yang kurang mencukupi
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
d. Kebutuhan hidup yang mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
e. Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
f. Malas atau tidak mau kerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.
g. Ajaran agama yang kurang diterapkan
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
2. Aspek Organisasi
a. Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.
b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
c. Sistim akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai
Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
d. Kelemahan sistim pengendalian manajemen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
3. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada
a. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.
b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.
e. Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.
Ciri-ciri Korupsi
Korupsi di manapun dan kapanpun akan selalu memiliki ciri khas. Ciri tersebut bisa bermacam-macam, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Melibatkan lebih dari satu orang,
Korupsi tidak hanya berlaku di kalangan pegawai negeri atau anggota birokrasi negara, korupsi juga terjadi di organisasi usaha swasta,
Korupsi dapat mengambil bentuk menerima sogok, uang kopi, salam tempel, uang semir, uang pelancar, baik dalam bentuk uang tunai atau benda atau pun wanita,
Umumnya serba rahasia, kecuali sudah membudaya,
Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang tidak selalu berupa uang,
Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum,
Setiap perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat,
Di bidang swasta, korupsi dapat berbentuk menerima pembayaran uang dan sebagainya, untuk membuka rahasia perusahaan tempat seseorang bekerja, mengambil komisi yang seharusnya hak perusahaan.
Akibat Korupsi
Korupsi selalu membawa konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah:
Korupsi mendelegetimasi proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang.
Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaaan dan pemilik modal.
Korupsi meniadakan sistim promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme.
Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga mengganggu pembangunan yang berkelanjutan.
Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.
Korupsi yang sistimatik menyebabkan:
Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan insentif;
Biaya politik oleh penjarahan atau penggangsiran terhadap suatu lembaga publik; dan
Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak semestinya.
Modus Korupsi
Modus korupsi adalah cara-cara bagaimana korupsi itu dilakukan. Banyak modus-modus dalam korupsi. Di bawah ini hanyalah sekedar contoh bagaimana modus korupsi itu dilakukan :
Pemerasan Pajak
Pemeriksa pajak yang memeriksa wajib pajak menemukan kesalahan perhitungan pajak yang mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak. Kesalahan-kesalahan tersebut bisa karena kesengajaan wajib pajak dan bisa juga bukan karena kesengajaan. Kekurangan tersebut dianggap tidak ada dan imbalannya wajib pajak harus membayarkan sebagian kekurangan tersebut masuk ke kantong pemeriksa pajak.
Manipulasi Tanah
Berbagai cara dilakukan untuk memanipulasi status kepemilikan tanah termasuk, memanipulasi tanah negara menjadi milik perorangan/badan, merendahkan pembebasan tanah dan meninggikan pertanggungjawaban, membebaskan terlebih dahulu tanah yang akan kena proyek dengan harga murah.
Jalur Cepat Pembuatan KTP
Dalam Pembuatan KTP dikenal 'jalur biasa' dan 'jalur cepat'. Jalur biasa adalah jalur prosedural biasa, yang mungkin waktunya lebih lama tapi biayanya lebih murah. Sedangkan 'jalur cepat' adalah proses pembuatanya lebih capat dan harganya lebih mahal.
SIM Jalur Cepat
Dalam proses pembuatan SIM secara resmi, diberlakukan ujian/tes tertulis dan praktek yang dianggap oleh sebagian warga, terutama sopir akan mempersulit pembuatan SIM Untuk mempercepat proses itu mereka membayar lebih besar, asalkan tidak harus mengikuti ujian. Biaya tidak resmi pengurusan SIM biasanya langsung ditetapkan oleh petugas. Biasanya yang terlibat dalam praktek ini adalah warga yang mengurus SIM dan oknum petugas yang menangani kepengurusan SIM.
Markup Budget/Anggaran
Biasanya terjadi dalam proyek dengan cara menggelembungkan besarnya dana proyek dengan cara memasukkan pos-pos pembelian yang sifatnya fiktif. Misalnya dalam anggaran dimasukkan pembelian komputer tetapi pada prakteknya tidak ada komputer yang dibeli atau kalau komputer dibeli harganya lebih murah.
Proses Tender
Dalam proses tender pengerjaan tender seperti perbaikan jalan atau pembangunan jembatan seringkali terjadi penyelewengan. Pihak yanag sebenarnya memenuhi persyaratan tender, terkadang tidak memenangkan tender karena telah dimenangkan oleh pihak yang mampu 'main belakang' dengan membayar lebih mahal, walaupun tidak memenuhi syarat. Dalam hal ini telah terjadi penyogokan kepada pemberi tender oleh peserta tender yang sebenarnya tidak qualified
Penyelewengan dalam Penyelesaian Perkara
Korupsi terjadi tidak selalu dalam bentuk uang, tetapi mengubah (menafsirkan secara sepihak) pasal-pasal yang ada untuk meringankan hukuman kepada pihak yang memberi uang kepada penegak hukum. Praktek ini melibatkan terdakwa/tersangka, penegak hukum (hakim/jaksa) dan pengacara.
Istilah-istilah Umum dalam Kegiatan Korupsi
Uang Tip: Sama dengan 'budaya amplop' yakni memberikan uang ekstra kepada seseorang karena jasanya/pelayanannya. Istilah ini muncul karena pengaruh budaya Barat yakni pemberian uang ekstra kepada pelayan di restoran atau hotel.
Angpao: Pada awalnya muncul untuk menggambarkan kebiasaan yang dilakukan oleh etnis Cina yang memberikan uang dalam amplop kepada penyelenggara pesta. Dalam perkembangan selanjutnya, hingga saat ini istilah ini digunakan untuk menggambarkan pemberian uang kepada petugas ketika mengurus sesuatu di mana pemberian ini sifatnya tidak resmi atau tidak ada dalam peraturan
Uang Administrasi: Pemberian uang tidak resmi kepada aparat dalam proses pengurusan surat-surat penting atau penyelesaian perkara/kasus agar penyelesaiannya cepat selesai.
Uang Diam: Pemberian dana kepada pihak pemeriksa agar kekurangan pihak yang diperiksa tidak ditindaklanjuti. Uang diam biasanya diberikan kepada anggota DPRD ketika memeriksa pertanggung jawaban walikota/gubernur agar pertanggung jawabanya lolos.
Uang Bensin: Uang yang diberikan sebagai balas jasa atas bantuan yang diberikan oleh seseorang. Istilah ini menggambarkan ketika seseorang yang akrab satu sama lain, seperti antara temen satu dengan yang lain. Misalnya A minta bantuan B untuk membeli sesuatu, si B biasanya melontarkan pernyataan, uang bensinya mana ?
Uang Pelicin: Menunjuk pada pemberian sejumlah dana (uang) untuk memperlancar (mempermudah) pengurusan perkara atau surat penting.
Uang Ketok: Uang yang digunakan untuk mempengaruhi keputusan agar berpihak kepada pemberi uang. Istilah ini biasanya ditujukan kepada hakim dan anggota legislatif yang memutuskan perkara atau menyetujui/mengesahkan anggaran usulan eksekutif, dilakukan secara tidak transparan.
Uang Kopi: Uang tidak resmi yang diminta oleh aparat pemerintah atau kalangan swasta. Permintaan ini sifatnya individual dan berlaku di masyarakat umum.
Uang Pangkal: Uang yang diminta sebelum melaksanakan suatu pekerjaan/kegiatan agar pekerjaan tersebut lancar
Uang Rokok: Pemberian uang yang tidak resmi kepada aparat dalam proses pengurusan surat-surat penting atau penyelesaian perkara/kasus penyelesaianya cepat.
Uang Damai: Digunakan ketika menghindari sanksi formal dan lebih memberikan sesuatu biasanya berupa uang/materi_ sebagai ganti rugi sanksi formal.
Uang di Bawah Meja: Pemberian uang tidak resmi kepada petugas ketika mengurus/membuat surat penting agar prosesnya cepat
Tahu Sama Tahu: Digunakan di kalangan bisnis atau birokrat ketika meminta bagian/sejumlah uang. Maksud antara yang meminta dan yang memberi uang sama-sama mengerti dan hal tersebut tidak perlu diucapkan.
Uang Lelah: Menunjuk pada pemberian uang secara tidak resmi ketika melakukan suatu kegiatan. Uang lelah ini bisanya diminta oleh orang yang diminta bantuanya untuk membantu orang lain. Istilah ini kemudian sering digunakan oleh birokrat ketika melayani masyarakat untuk mendapatkan uang lebih
Istilah-istilah Korupsi di Daerah
Medan
Hepeng parkopi (uang kopi): Uang tambahan yang diberikan ketika melakukan suatu urusan, misalnya berkaitan dengan urusan administrasi
Hepeng par sigaret (uang rokok): Uang yang dibayarkan oleh seseorang untuk mempercepat penyelesaian suatu urusan. Istilah ini muncul ketika warga harus berurusan dengan aparat, terutama ketika mengurus administrasi, seperti surat izin.
Hepeng pataruon (uang antar): Uang yang diberikan kepada seseorang untuk meneruskan urusan kepada seseorang. Misalnya uang diberikan oleh warga kepada pegawai PDAM yang melakukan pencatatan meteran dan menagih pembayaranya. Warga bersedia melakukan itu karena merasa sudah ditolong sehingga tidak perlu bersusah payah membayar ke loket.
Uang pago-pago: Uang yang diberikan suatu proyek atau kegiatan yang dibagi-bagikan. Misalnya, ketika mendapatkan proyek, kita harus memberikan uang pago-pago kepada pemberi proyek.
Silua: Menggambarkan kebiasaan untuk membawa oleh-oleh ketika berkunjung ke rumah seseorang. Kebiasaan ini kemudian berkembang tidak hanya dilakukan ketika berkunjung ke rumah kerabat, tetapi juga dilakukan oleh bawahan ketika berkunjung ke rumah atasan agar memperoleh kenaikan jabatan.
Manulangi: Membuat suatu acara dengan memberi makan kepada seseorang yang dihormati.
Hepeng hamuliateon: Uang yang diberikan kepada seseoarang karena telah membantu mempercepat penyelesaian suatu urusan, misalnya dalam pengurusan administrasi.
Hapeng siram: Uang yang diberikan untuk menyogok seseorang agar urusannya dipermudah.
Bandung
Biong: Makelar tanah yang menjual tanah dengan harga tinggi untuk mendapatkan keuntungan yang besar meskipun itu tanah negara, dengan cara mempengaruhi masyarakat untuk menyerobot tanah negara dan dijual oleh makelar tersebut ke tangan orang lain dengan harga tinggi.
CNN (can nulis-nulis acan): Artinya tidak pernah nulis. Merupakan plesetan dari nama stasion televisi Amerika. Digunakan untuk menggambarkan wartawan yang suka meminta uang dari para pejabat yang korup dengan mengancam jika tidakdiberikan maka kedok pejabat tersebut akan dibuka.
Ceceremed: Artinya panjang tangan, suka mengambil yang bukan haknya. Digunakan untuk menggambarkan orang yang mengambil barang milik kantor atau milik negara, misalnya mengambil pulpen dari kantor atau bahkan uang.
D3 (duit, duekuet dan dulur): Merupakan akronim dari duit (uang), duekuet (dekat) dan dulur (saudara). Digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi di mana jika seseorang ingin memperoleh pekerjaan makaia harus mempunyai D-3.
Dikurud: Artinya dipotong, memotongi janggut atau kumis. Kemudian digunakan untuk menggambarkan anggaran yang dipotong atau mengambil benda yang bukan miliknya. Misalnya suatu daerah menerima dana program, seharusnya 5 juta, tetapi kenyataanya hanya 2 juta karena sudah dipotong 3 juta.
Dipancong: Artinya terkena cangkul secara tidak sengaja, istilah ini kemudian digunakan untuk menggambarkan pemotongan anggaran, baik itu dana proyek maupun dana perjalanan.
Injek: Digunakan untuk menggambarkan penyalahgunaan kekuasaan pejabat yang lebih tinggi untuk menekan pejabat yang lebih rendah yang dianggap menghalangi.
Padang
Uang takuik: Uang takut, uang yang dipungut secara liar oleh preman dan agen liar di terminal atau di daerah-daerah tertentu yang dilewati oleh angkutan umum.
Jariah manantang buliah: Setiap ada pekerjaan harus diberi imbalan.
Bajalan baaleh tapak: Setiap ada perjalanan harus ada ongkosnya baik uang makan maupun uang yang diberikan ketika suatu urusan telah selesai.
Bakameh: Uang yang diberikan kepada seorang pejabat yang akan dipindahtugaskan atau habis masa jabatannya. Orang yang memberikan bakameh adalah mitra atau rekan pejabat tersebut.
Sumbar: Merupakan akronim dari semua uang masuk bagi rata. Misalnya, dalam suatu proyek ada dana sisa hasil proyek maka dana tersebut harus dibagi rata kepada semua orang yang terlibat dalam proyek tersebut.
Uang danga: Uang dengar, yakni uang yang didapat dari kehadiran dan mendengar suatu transaksi yang bernilai jual.
Makasar
Pamalli kaluru: Tindakan yang dilakukan oleh petugas yang meminta imbalan uang kepada warga yang mengurus suatu urusan/surat-surat. Pihak-pihak yang terlibat adalah petugas suatu instansi pemerintah yang berurusan dengan surat-surat resmi, seperti imigrasi, keluruhan dan ditlantas
Pamalli bensing: Seseoarang yang meminta uang pembelian bensin kepada pejabat, jika ia akan bertugas karena diperintah oleh pejabat yang bersangkutan.
Passidaka: Memberikan hadiah sebagai penghormatan kepada tokoh agama atau tokoh masyarakat. Kemudian berkembang, pemberian hadiah itu tidak hanya ditujukan kepada tokoh agama/masyarakat, tetapi juga kepada pejabat. Tujuannya agar mendapatkan posisi yang baik dalam pekerjaan, mendapatkan kenaikan jabatan atau agar urusan bisnisnya diperlancar.
Pa'bere: Pemberian kepada seseorang yang berjasa membantu urusan seperti KTP, SIM atau STNK sehingga proses pembuatanya cepat dan mudah.
Dikobbi: Tindakan yang dilakukan petugas/aparat ketika meminta sesuatu imbalan kepada yang berurusan, cukup dicolek saja agar urusan lancar. Istilah ini digunakan untuk memperhalus perilaku petugas yang meminta sogok.
Amapo (uang amplop): Digunakan oleh wartawan yang biasa meminta amapo kepada pejabat yang diwawancarainya. Istilah ini menggambarkan praktek penyuapan.
Sejumlah Peraturan yang Terkait dengan Pemberantasan Korupsi
TAP MPR
TAP MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme
Undang-Undang
Undang-undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Undang-undang No. 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003)
Undang-undang No. 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Penjelasan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Undang-undang No. 32 Tentang Pemerintahan DaerahPenjelasan Undang-undang No. 32 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
Undang-undang No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Undang-undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
Undang-undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Undang-undang No. 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Republik Indonesia
Undang-undang No. 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap
Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2006 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2004 Tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2004 Tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Perwakilan Rakyat Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Instruksi Presiden
Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi 2004
Keputusan Presiden
Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2006 Tentang Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi
Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Keputusan Presiden No. 61 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Keputusan Presiden No. 12 Tahun 1970 Tentang Pembentukan "Komisi 4"

Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten Solok No. 5 Tahun 2004 Tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan dan Partisipasi Masyarakat
Peraturan Menteri
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Putusan Mahkamah Konstitusi
Putusan Perkara dengan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 tanggal 19 Desember 2006: Pengujian UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945
Putusan Perkara dengan Nomor 010/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006: Pengujian UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945
Putusan Perkara dengan Nomor 003/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006: Pengujian UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan terhadap UUD 1945
Putusan Perkara dengan Nomor 069/PUU-II/2004 tanggal 15 Desember 2005: Pengujian UU No.30 Tahun 2002 Pasal 68 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Pasal 28 huruf I ayat (1) Perubahan Kedua UUD Negara RI Tahun 1945
Putusan Perkara dengan Nomor 006/PUU-I/2003 tanggal 30 Maret 2004: Pengujian UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPTPK
Putusan Perkara dengan Nomor 024/PUU-I/2003 tanggal 13 Juli 2004: Pengujian UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Putusan Perkara dengan Nomor 004/PUU-II/2004 tanggal 13 Desember 2004: Pengujian UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
Demikian materi yang bisa saya sampaikan apabila ada tulisan yang tidak benar hendaknya diberikan maaf kepada saya hal tersebut dikarenakan kekurangan saya semata dan tidak ada hal dan tujuan lain.Saya sangat berharap mendapat tanggapan dan masukan dari siapapun termasuk pakar hukum dan rekan mahasiswa.

Sekilas Tentang Keterangan Ahli Dan Dasar Hukumnya

Sekilas Tentang Keterangan Ahli Dan Dasar Hukumnya

Pasal 1 KUHAP

(5) Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini

(2) Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

(14) Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.



MACAM MACAM ALAT BUKTI :Alat bukti yang syah berdasrkan pasal 184 KUHAP yaitu :

1.Keterangan Saksi ;
2.Keterangan ahli ;
3.Surat ;
4.Petunjuk ;
5.Keterangan Terdakwa.

Ket Ahli sebagai Alat bukti

1. Dasar hukum
a.Pengertian Ahli
§ pasal 1 butir 28 KUHAP
§ pasal 120 KUHAP
§ pasal 132 KUHAP
§ pasal 133 dan pasl 179 KUHAP

b.Pemeriksaan Ahli

Berdasarkan pasasl 179 ayat (2) KUHAP maka ketentuan yang berlaku bagi saksi berlaku pula bagi ahli.

c.Alat bkti keterangan ahli :
Terdapat dalam pasal 184 Ayat (I) huruf b dan pasal 186 KUHAP.

2. Pengertian .

a. Ahli :

1. Yang disebut ahli menurut KUHAP:

§ Pasal 120 KUHAP adalah ahli atau yang mempunyai keahlia kusus.

§ Pasal 132 KUHAP adalah ahli yang mempunyai keahlian tentang surat dan tulisan palsu

§ Pasal 133 KUHAP menunjuk pasal 179 KUHAP,untuk menentukan korban luka,keracunan atau mati adalah ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya.

Catatan : Surat edaran jaksa Agung Nm SE-003/J.A./2/1984, yang menjelaskan tentang ket Ahli ini.

2. Dari ketentuan yang diatur dalam pasal pasal tersebut diatas tidak ada yang secara jelas menyatakan syarat - syarat tentang seorang ahli,kecuali dokter ahli kehakiman atau dokter.Tidak menutup kemungkinan seorang ahli berasal dari kalangan tidak terdidik secara formal.

b. Keterangan ahli :

· Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentinan pemeriksaan ( pasal 11 Butir 28).

· Dari keterangan diatas ,maka lebih jelas lagi bahwa keterangan ahli tidak dituntut suatu pendidikan formal tertentu,tetapi juga meliputi seoarang yang ahli dan berpengalaman dalam suatu bidang tanpa pendidikan khusus.

· Ahli mempunyai 2 (dua )kemungkinan bisa sebagai alat bukti keterang ahli atau alat bukti surat.

· Apabila diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan,dan dibuat dengan mengingat sumpah sewaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan (dlm penjelasan pasal 186 KUHAP maka keterangan ahli tersebut merupakan alat bukri surat.)

C . Kekuatan Alat Bukti keterangan Ahli :

· Apa yang diterangkan oleh seoaran ahli adalah merupakan kesimpulan kesimpulan dari suatu keadaan yang diketahui sesuai dengan keahliannya . Atau dengan kata lain merupakan penilaian atau penghargaan terhadap suatu keadaan.

· Hal tersebut berbeda dengan keterangan saksi yang justru dilarang memberikan kesimpulan kesimpulan .Keterangan saksi hanyalah merupakan pengungkapan kembali fakta fakta yang oleh saksi dilihat didenagr dan dialami sendiri.

(pasal 185 ayat (5) KUHAP, baik pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari pemikiran bukan merupakan keterangan saksi ).

Silahkan memberikan komentar, dan saya sangat mengharapkan masukan untuk terungkapnya suatu tindak pidana diperlukan keterangan ahli atau dasar hukum keterangan ahli