Foto Saya Bersama Keluarga

IDE PENYIDIKAN

Blog ini berisi catatan investigasi pidana korupsi, silahkan memberikan komentar dan masukan untuk pemberantasan korupsi di Indonesia.

Rabu, Juli 02, 2008

”PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PIDANA”.

PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA
Pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian dalam perkara perdata.
Hukum acara pidana itu:

Bertujuan mencari kebenaran material, yaitu kebenaran sejati atau yang sesungguhnya
Hakimnya bersifat aktif. Hakim berkewajiban untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk membuktikan tuduhan kepada tertuduh
Alat buktinya bisa berupa keterangan saksi,keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa.

DASAR HUKUM PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PIDANA
Dasar hukum tentang pembuktian dalam hukum acara pidana mengacu pada pasal 183-189 KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana).

JENIS ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA
Menurut pasal 184 KUHAP, alat bukti dalam perkara pidana bisa berupa keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hal-hal yang sudah diketahui umum,tidak perlu dibuktikan lagi.

Pada prinsipnya, penggunaan alat bukti saksi dan surat dalam hukum acara pidana tidak berbeda dengan hukum acara perdata. Baik dalam bentuk maupun kekuatannya. Namun, ada alat bukti lain yang perlu diketahui dalam perkara pidana, diantaranya adalah:

1. Keterangan Ahli
Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang suatu hal yang diperlukan untuk memperjelas perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.

Misal:
Dalam pelaksanaan PPK telah terjadi penyalahgunaan dana oleh oknum. Fakta itu ditemukan setelah ada pemeriksaan (audit) oleh auditor BPKP. Nah, auditor BPKP ini dapat menjadi saksi ahli atas peristiwa yang terjadi. Keterangannya dapat digunakan dalam proses perkara pidana.Jadi, seorang ahli itu dapat menjadi saksi. Hanya saja, saksi ahli ini tidak mendengar, mengalami dan/atau melihat langsung peristiwa pidana yang terjadi.

Berbeda dengan ”saksi” yang memberi keterangan tentang apa yang didengar, dialami dan/ atau dilihatnya secara langsung terkait dengan peristiwa pidana yang terjadi.Sama halnya dengan seorang ”saksi”, menurut hukum, seorang saksi ahli yang dipanggil di depan pengadilan memiliki kewajiban untuk:

Menghadap/ datang ke persidangan, estela dipanggil dengan patut menurut hukum
Bersumpah atau mengucapkan janji sebelum mengemukakan keterangan (dapat menolak tetapi akan dikenai ketentuan khusus)
Memberi keterangan yang benar Bila seorang saksi ahli tidak dapat memenuhi
kewajibannya, maka dia dapat dikenai sanksi berupa membayar segala biaya yang telah dikeluarkan dan kerugian yang telah terjadi.

Akan tetapi seorang ahli dapat tidak menghadiri persidangan jika memiliki alasan yang sah.

Menurut pasal 180 KUHAP, keterangan seorang ahli dapat saja ditolak untuk menjernihkan duduk persoalan. Baik oleh hakim ketua sidang maupun terdakwa/ penasehat hukum. Terhadap kondisi ini, hakim dapat memerintahkan melakukan penelitian ulang oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda, serta instansi lain yang memiliki kewenangan.

Kekuatan keterangan ahli ini bersifat bebas dan tidak mengikat hakim untuk menggunakannya apabila bertentangan dengan keyakinan hakim.

Dalam hal ini, hakim masih membutuhkan alat bukti lain untuk mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya.

2. Alat Bukti Petunjuk
Menurut pasal 188 KUHAP, Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang diduga memiliki kaitan, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, yang menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.Petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Oleh karena itu, petunjuk juga merupakan alat bukti tidak langsung.

Penilaian terhadap kekuatan pembuktian sebuah petunjuk dari keadaan tertentu, dapat dilakukan oleh hakim secara arif dan bijaksana, setelah melewati pemeriksaan yang cermat dan seksama berdasarkan hati nuraninya.

3. Keterangan Terdakwa/ Pelaku
Menurut pasal 194 KUHAP, yang dimaksud keterangan terdakwa itu adalah apa yang telah dinyatakan terdakwa di muka sidang, tentang perbuatan yang dilakukannya atau yang diketahui dan alami sendiri.

Pengertian keterangan terdakwa memiliki aspek yang lebih luas dari pengakuan, karena tidak selalu berisi pengakuan dari terdakwa.Keterangan terdakwa bersifat bebas (tidak dalam tekanan) dan ia memiliki hak untuk tidak menjawab.

Kekuatan alat bukti keterangan terdakwa,tergantung pada alat bukti lainnya (keterangan
terdakwa saja tidak cukup) dan hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.

BARANG BUKTI & KEGUNAANNYA
Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak berwujud yang dikuasai oleh penyidik sebagai hasil dari serangkaian tindakan penyidik dalam melakukan penyitaan dan atau penggeledahan dan atau pemeriksaan surat untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

Secara material, barang bukti yang ada bermanfaat bagi hakim untuk memperkuat keyakinan hakim dalam proses persidangan.Bahkan sering kali hakim dapat membebaskan
seorang terdakwa berdasarkan barang bukti yang ada dalam proses persidangan (setelah melewati proses yang arif, bijaksana, teliti, cermat dan saksama).

Jika dicermati, pembuktian dalam proses perkara pidana tidak mudah. Oleh karena itu, jika terjadi kasus pidana dalam pelaksanaan PPK, sebaiknya terlebih dahulu dimanfaatkan berbagai alternative penanganan yang mudah, murah dan praktis untuk lebih mempercepat penyelesaian masalah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuktian hukum acara pidana:

Putusan hakim minimal didasarkan pada dua alat bukti yang saling mendukung satu dengan yang lain.

Dari alat bukti tersebut, hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.

Disamping alat bukti yang ditetapkan dalam KUHAP, alat bukti lain adalah hal yang secara umum sudah diketahui dan tidak perlu dibuktikan.



* Disunting dari berbagai sumber dan semoga bermanfaat....